This research will analyze the folklore of East Borneo in the form of myth about the hornbill descended down by Dayak Kenyah people associated with its relevance to the development of nation character. The theory used is the theory of 'layers of social reality'. The theory will reveal five layers of meaning contained in a system or symbol contained in culture and tradition. Starting from the meaning of layers of empirical meaning, to the meaning of the layer of world view at the level of ideas that store local wisdom. These findings will be formulated in the form of recommendations to specific parties, for example for the preparation of curriculum, especially local content subjects at the school level, and or for East Kalimantan Literature courses at the university level. Content may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 31 MAKNA MITOS CERITA BURUNG ENGGANG DI KALIMANTAN TIMUR Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman Jl. Pulau Flores Samarinda, Kalimantan Timur Pos-el saqilahanum ABSTRAK Penelitian ini akan menganalisis cerita rakyat Kalimantan Timur berbentuk mitos tentang burung Enggang yang diturunkan secara turun menurun oleh masyarakat Dayak Kenyah dikaitkan dengan relevansinya terhadap pengembangan karakter bangsa. Teori yang digunakan adalah teori 'lapis realitas sosial'. Teori tersebut akan mengungkap lima lapis makna yang terkandung di dalam sebuah sistem atau simbol yang terdapat dalam kebudayaan dan tradisi. Dimulai dari pemaknaan lapis makna empiris, sampai pada pemaknaan lapisan pandangan dunia world view pada tataran ide yang menyimpan kearifan lokal. Temuan ini akan disusun dalam bentuk rekomendasi kepada pihak-pihak tertentu, misalnya untuk penyusunan kurikulum pendidikan khususnya mata pelajaran Muatan Lokal di tingkat sekolah, dan atau untuk mata kuliah Sastra Daerah Kalimantan Timur di tingkat perguruan tinggi. Kata kunci karakter bangsa, cerita rakyat, Dayak Kenyah ABSTRACT This research will analyze the folklore of East Borneo in the form of myth about the hornbill descended down by Dayak Kenyah people associated with its relevance to the development of nation character. The theory used is the theory of 'layers of social reality'. The theory will reveal five layers of meaning contained in a system or symbol contained in culture and tradition. Starting from the meaning of layers of empirical meaning, to the meaning of the layer of world view at the level of ideas that store local wisdom. These findings will be formulated in the form of recommendations to specific parties, for example for the preparation of curriculum, especially local content subjects at the school level, and or for East Kalimantan Literature courses at the university level. Keywords national character, folklore, Dayak Kenyah Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur 32 CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 A. PENDAHULUAN Kearifan lokal adalah inti dari kebudayaan atau tradisi bangsa. Melalui nilai-nilai kearifan lokal, manusia bisa menelusuri masa lalu, masa kini dan bahkan masa yang akan datang. Nilai-nilai yang menjadi falsafah hidup itu adalah sebuah gagasan yang lahir dari budi luhur bangsa di Nusantara dan dijadikan pedoman penting dalam tatanan hidup. Sangat wajar bila bangsa Indonesia memiliki keberagaman adat dan budaya sebab masing-masing suku bangsa memiliki cara pandang dan sikap untuk melaksanakan kehidupan. Perbedaan kondisi geografis, alam dan lingkungan membuat manusia harus berpikir, harus bertindak untuk mengatasi persoalan dalam hidup. Modernitas telah mencerabut masyarakat dari akar tradisinya. Tidak hanya tercerabut tradisinya, tapi juga mengalami disorientasi nilai kemanusiaan. Realitas ini menurut Francois Lyotard 1960 memunculkan situasi nirmanusia ketika manusia terpisah dari nilai kemanusiaannya. Menurutnya, muara dari persoalan ini adalah konsep hidup modern itu sendiri. Kehidupan modern menjadi sebuah arena pacu kecepatan. Siapa yang memiliki akses tercepat terhadap informasi, maka dialah yang menguasai dunia. Bagi kalangan Dayak Kenyah, nenek moyang mereka adalah sosok yang berasal dari langit yang turun ke bumi dengan bentuk menyerupai bentuk burung enggang. Hal ini terkait dengan sistem religi yang diyakini oleh leluhur orang Dayak Kenyah. Mereka percaya adanya sosok gaib Bungan Malan sebagai pencipta kehidupan, alam raya dan manusia, dan Peselun Luhan sebagai Dewa pemelihara kehidupan. Selain itu mereka juga mempercayai sosok Dewa menakutkan bernama Bungan Ketepat yang berperan sebagai penguasa kematian, dialah yang mengakhiri kehidupan. Tempat dewa-dewa tertinggi tersebut adanya di “dunia atas,” atau di langit. Dunia atas itu dibayangkan berupa alam yang amat luas tak bertepi da tanpa kayu-kayuan Sedyawati, 199550—51. Melalui pengungkapan nilai-nilai kaerifan lokal dalam cerita burung enggang ini, akan diungkapkan mitos asal usul leluhur Suku Dayak. Mitos tentang asal-usul leluhur mereka yang dipercayai datang dari dunia lain akan dinalisis untuk mendapatkan makna. Tujuan penelitian ini adalah 1 mengetahui nilai-nilai yang terkandung di dalam mitos burung Enggang dalam cerita rakyat Kalimantan Timur; dan 2 menemukan relevansinya dengan pengembangan karakter kebangsaan. Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan sumbangsi berupa solusi yang dirumuskan dalam konsep-konsep untuk kembali membetuk karakter bangsa berdasarkan kearifan lokal yang terkandung dalam cerita rakyat Kalimantan Timur tersebut. Temuan ini nantinya dapat disusun dalam bentuk rekomendasi kepada pihak-pihak tertentu, misalnya untuk penyusunan Lihat hasil wawancara Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 33 kurikulum pendidikan untuk mata pelajaran Muatan Lokal di tingkat sekolah, dan/atau untuk mata kuliah Sastra Daerah Kalimantan Timur di tingkat perguruan tinggi. B. KERANGKA TEORI Teori yang akan digunakan adalah teori lapis relaitas sosial yang akan menguraikan lima lapis makna yang terdapat dalam cerita rakyat Dayak kenyah tersebut. Teori ini dirumuskan oleh Mudjahirin Thohir. Thohir menganggap bahwa pada dasarnya tradisi memiliki lima lapis makna Thohir, 2011. Lapis makna pertama dimulai dengan memaknai dunia empirik dari sebuah objek atau dengan bahasa lain realitas parsialis, kemudian bagian kedua adalah dunia simbolik atau pattern and structure, dan berikutnya adalah dunia pemaknaan atas simbol yang terbaca, dan yang keempat adalah dunia ide yang sifatnya teoritik dan metodologik, dan yang terakhir adalah pandangan dunia atau yang lazim disebut world view Thohir, 2011. Penelitian ini termasuk baru sebab sejauh penelusuran peneliti, tidak ditemukan penelitian serupa. Ada beberapa penelitian cerita rakyat Kalimantan Timur yang ditemukan tetapi belum ada yang spesifik mengarah pada objek dan kajian yang sama. Salah satu penelitian tentang Dayak Kenyah adalah Konsep Tata Ruang Suku Bangsa Dayak Kenyah di Kalimantan Timur. Penelitian tersebut dilaksanakan oleh Edi Sedyawati dan tim, dan dipublikasikan dalam sebuah buku dengan judul tersebut pada tahun 1995. Laporan Sedyawati dan tim menyebutkan bahwa, tempat komunitas Dayak Kenyah yang berada tepat di tengah pulau Kalimantan yang besar sangat berpengaruh terhadap sistem kepercayaan yang mereka miliki. Karena tempat yang terisolir, mereka punya cara tersendiri dalam menghadapi tantangan hidup. Orang Kenyah lalu menghadapi tantangan itu dengan cara yang rasional dan irrasioanl. Mereka lalu mempercayai adanya Dewa, mahluk-mahluk supranatural yang berwujud burung dan sebagainya Sedyawati dkk, 199549—59. Penelitian ini hanya menggambarkan kearifan lokal Dayak kenyah secara umum dan hubungannya dengan konsep tata ruang. C. METODE PENELITIAN 1. Objek penelitian Obyek dari penelitian ini adalah sebuah cerita rakyat Kalimantan Timur berupa mitos burung enggang yang selama ini diceritakan dari generasi ke generasi. 2. Sumber Informasi Data dan Subjek Penelitian Sumber informasi data didapatkan dari wawancara dan observasi kepada para tokoh adat dan warga suku Dayak Kenyah. Berikut adalah syarat-syarat informan. Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur 34 CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 a Masyarakat suku Dayak Kenyah. b Mengetahui masalah yang diteliti. c Berumur 30 tahun ke atas. d Indra ucap dan pendengarannya masih prima. e Sehat dan waras. f Tidak pernah bertempat tinggal di negeri orang dalam waktu yang cukup lama Dahlan, 200955. Subjek penelitian dalam riset ini adalah nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dari sebuah cerita rakyat Kalimantan Timur dalam relevansinya terhadap pengembangan karakter bangsa Indonesia dapat berlangsung dengan baik dan kondusif. 3. Teknik Pengumpulan Data Pemerolehan data dilakukan dengan teknik wawancara bebas, selain itu dilakukan observasi ke beberapa instansi/pihak dan menggunakan referensi sebagai rujukan untuk mendukung keabsahan data yang telah diperoleh. Informasi sekecil apa pun yang berhubungan dengan objek kajian akan dikumpulkan untuk mendapatkan data seakurat mungkin agar hasil yang maksimal bisa dicapai. Data beerupa hasil wawancara dalam peneilitan ini dilampirkan di halaman lampiran. 4. Analisis Data Analisis data dalam riset ini akan mendeskripsikan data berdasarkan landasan berikut. Lapis 1 realitas empirik simbol dimaknai pada tataran empirik, 2 realitas simbolik simbol yang pemaknaannya sudah terkait dalam konteksnya sebagai simbol’ pattern and structure, 3 realitas makna simbol telah dimaknai, lalu 4 realitas ide yang bersifat teoritik dan metodologis, dan yang terakhir 5 realitas pandangan dunia world view, tempat dimana nilai-nilai dari sebuah sistem atau simbol kebudayaan terlihat Dahlan, 2011. Pada bagian terakhir inilah relevansi pengembangan karakter bangsa akan ditemukan di dalam mitos burung Enggang dayak Kenyah, Kalimantan Timur. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tataran Empirik Burung enggang pada tataran empirik adalah burung enggang yang kita pahami sebaga mahluk hidup yang lahir, tumbuh, dan berkembang di alam hutan yang masih asri. Burung enggang ini adalah penghuni hutan-hutan Kalimantan dan sekitarnya. Maridastuti 200824 menjelaskan bahwa, burung enggang adalah salah satu jenis burung dari famili Buricetodae. Jenis-jenis Rangkong, termasuk juga Julang, Enggang, dan Kangkareng, pada umumnya merupakan penghuni hutan primer Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 35 dengan banyak pohon besar dan tua, agar kelompok ini mudah bersarang dalam lubang-lubang pohon. Rangkong adalah burung besar berparuh tanduk berwarna mencolok sehingga sangat kharismatik. Suara keras kepakan sayapnya menandakan kehadirannya. Burung rangkong merupakan salah satu spesies kunci yang dapat menjelaskan kondisi bagus atau tidaknya suatu ekosistem hutan. Ancaman terbesar untuk kelompok ini adalah berkurangnya habitat bersarang dan pohon buah. 2. Tataran Simbolik Menurutnya Pierce, ikon adalah tanda yang menjadi tanda akibat persamaan atau kesamaan secara potensial dengan sebuah tampilan objek tertentu tanda dengan karakter firstness. Patung enggang ini disebut icon ikon. Semua tanda ikon adalah tanda yang mengikuti sifat dari kenyataan objeknya tanda sebagai ikon Anwar, 200821. Secara empiris, di Badui tidak ada burung enggang, maka dari itu di sana tidak tumbuh tradisi yang kuat terhadap burung enggang. Jadi, burung enggang dalam konteks simbolik ini hanya akan ada dalam ideologi atau alam pikiran orang Dayak. Dari penjelasan inilah dapat dipahami kenapa orang Dayak Kenyah yang ada di Kalimantan Timur, bahkan orang Dayak kenyah yang tersebar di seluruh dunia punya tradisi yang kuat terhadap penyimbolan burung enggang. Maka, simbol atau ikon apa pun yang konsep atau bentuknya merujuk pada burung enggang yang ada di tataran empiris, bagi warga masyarakat Dayak Kenyah adalah sebuah simbol. Hampir di setiap tempat umum di Kalimantan Timur, khususnya di kota Samarinda bisa ditemukan simbol burung enggang, baik itu berupa seni patung, lukisan, dan apa pun yang menggambarkan profil atau bentuk burung enggang. Fakta ini berhubungan langsung dengan realitas empirik bahwa burung enggang telah menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan lagi dari kehidupan masyarakat di Kalimantan Timur, khususnya di Ibukota Samarinda. Berikut ini adalah tabel yang menegaskan perbedaan antara burung enggang pada tataran empirik dengan burung enggang pada tataran simbolik. Tabel 1. Perbedaan Burung Enggang pada Tataran Empirik dan Tataran Simbolik Burung Enggang pada Tataran Empirik Burung Enggang pada Tataran Simbolik • Burung enggang yang hidup dan berkembang biak di hutan Kalimantan, yang dapat diamati secara langsung. • Gambar burung enggang di baju kaos. • Patung burung enggang di jalan. • Boneka burung enggang. Pierce menyebutkan bahwa, sifat dasar tertentu yang mendasari sebuah tanda dapat menjadi tanda Anwar, 200818 Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur 36 CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 • Burung enggang yang dilindungi karena terancam punah, • Burung enggang yang menetas dari telur induknya, hidup dan berkembang biak, lalu mati. • Gambar burung enggang yang ada di logo tertentu. • Gerak tarian burung enggang. • Penggunaan atribut yang berhubungan dengan burung enggang empirik bulu, paruh, dsb. Tidak hanya sampai pada pengunaan simbol burung enggan di event-event atau hiasan simbolik di tempat-tempat tertentunyang populer, misalnya di Kompeks Citra Niaga, sebagaimana yang telah dijelaskan, penggunaan simbol burung enggang ini bahkan sampai di dunia digita/maya. Beberapa pihak telah menggunakan simbol burung enggang sebagai bagian penting dari akun pribadi media sosial mereka. Hal ini bisa ditemukan pada salah satu akun atas nama Kaltim Kumham di media sosial Google+ yang menjadikan gambar burung enggang sebagai poto profil akunnya. Gambar 1. Penggunaan Simbol Burung Enggang pada Profil Akun Google+ Sumber 2015 Penggunaan simbol burung enggan di dunia digital/maya tidak hanya dilakukan oleh orang perseorangan, tetapi juga dilakukan oleh lembaga formal pemerintahan. Sebagai salah satu contoh, laman resmi Dinas Pariwisata Provinsi Kalimantan Timur dengan alamat laman Situs tersebut menampilkan simbol burung enggang dalam tampilan warna mencolok, bertengger di tangkai pohon di dalam lingkaran berwarna putih. Perhatikan gambar berikut ini. Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 37 Gambar 2. Simbol Burung Enggang pada Situs Resmi Dinas Pariwisata Provinsi Kalimantan Timur Sumber 2015 Di kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Timur juga dapat ditemukan patung burung enggang yang dipajang di halaman depan kantor. Jumlahnya ada dua dan menjulang dengan sangat kokoh. Bentuknya kurang lebih sama dengan patung burung enggang yang ada di Kompleks Citra Niaga, tetapi material patung yang ada di kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Timur ini seluruhnya terbuat dari kayu. Keberadaan patung-patung burung enggang ini membuktikan bahwa, eksistensi burung enggang pada tataran simbolik tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat Kalimantan Timur, tidak hanya masyarakat dalam pengertian umum, tetapi juga menjangkau kalangan elit pemerintahan. Tidak hanya pada seni visual, sosok burung enggang sebagai simbol juga banyak ditemukan dalam karya sastra, terutama karya sastra yang ditulis oleh pengarang dari Kalimantan Timur. Budiman menjelaskan bahwa, dipandang dari perspektif semiotika Peircean, karya sastra pada dasarnya tersusun dari tanda-tanda simbolis karena bahasa yang menjadi media karya sastra seslalu sudah merupakan sistem tanda-tanda konvensioanl Budiman, 200595. Salah salah satu penyair yang menggunakan simbol burung enggang dalam karyanya adalah Mary Ana dalam puisinya yang berjudul Burung enggang Rindu Matahari Ana, 2008161 berikut ini. Burung Enggang Rindu Matahari Malam menua kubur mimpi tentangmu Begitu dekat begitu nyata Meski hanya kembang tidur Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur 38 CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 Aku telah dilambungkan jauh Mencapai langit Hingga fajar tergelincir di barat sana Hangat napasmu membekas di pipiku Wahai matahariku, Sudikah bangunkan dari tidurku, Bunuh aku dari khayalan yang memabukkan Tikam aku dari keinginan. Aku hilang arah, angin jerumuskanku Pada waktu yang lalu Dan aku membatu sesali jiwaku yang rapuh Pernahkah kau dengar nyanyi Burung enggang di puncak pohon Memanggil-manggilmu lirih? 05-03-2007 Penyair Mary Ana menggunakan simbol burung enggang di dalam puisinya. Apa pun motivasi penyair, tulisan “e-n-g-g-a-n-g” adalah tanda bahasa, simbol, ia sama dengan patung burung enggang atau gambar burung enggang yang ada di baju kaos atau spanduk. Selain digunakan langsung di judul, “burung enggang” juga terdapat di bait terakhir dari puisi tersebut. Penyair menggunakan burung enggang sebagai metafora untuk mengungkapkan maksudnya. 3. Tataran Pemaknaan Burung enggang dimaknai sebagai sebuah nilai kebaikan. Burung enggangpada tataran pemaknaan tidak lagi melihat burung sebagai sebuah mahluk konkret yang kadang ditampilkan dalam bentuk simbol dengan wujud karya seni rupa konkret atau karya seni sastra. Mahluk yang dilindugi tersebut sudah menjadi representase nilai tertentu. Tampaknya sulit untuk memisahkan antara burung enggang sebagai simbol dan burung enggan sebagai sesuatu yang bermakna, sebab jika kita menyebut “simbol,” maka tentu saja ada makna yang diselubungi oleh teks sebagai simbol. Dalam tradisi semiotika patung burung enggang adalah ikon. Pengertian ikon menurut Pierce adalah tanda yang didasarkan atas “keserupaan” atau “kemiripan” “resemblance” di antara representatement dan objeknya, entah objek tersebut betul-betul eksis atau tidak Budiman, 200556. Orang Dayak Kenyah percaya bahwa burung tersebut adalah burung yang memiliki sifat melindungi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kepala Suku Dayak Kenyah di Pampang bahwa, “Itulah makna simbol burung enggang, karena seperti itulah sifat-sifat pemimpin yang bijaksana, baik, dan dapat melindungi warganya dari hal-hal yang membahayakan.” Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 39 Enggang akan melindungi anak-anaknya. Ia dianggap mewakili makna kebaikan yang tidak dimiliki oleh burung lain. Penjelasan ini terdengar rancu sebab semua mahluk hidup jenis apa pun akan memiliki naluri melindungi anak-anaknya. Tetapi secara objektif kita bisa menerima ini sebagai fenomena kultural pada kenyataannya orang Dayak mengistimewakan burung Enggang melebihi hewan-hewan lain. Di sisi lain, menurut Palan, burung enggang juga dianggap membawa semangat bela negara. Burung enggang adalah representase semangat bela negara. Pemaparan yang diperoleh dari kepala suku Dayak Kenyah di Pampang menjelaskan bahwa, suatu ketika leluhur mereka berperang melawan suku Dayak Iban yang ada di perbatasan Malaysia dan Indonesia. Konon saat peperangan akan dimulai, ketika kelompok suku Dayak Kenyah mulai menghunuskan pedang mandau untuk menyerang pihak lawan, seekor burung enggang terbang di atas mereka dan itu dianggap sebagai simbol keberuntungan. Informasi ini sejalan dengan penjelasan Andini yang mengatakan bahwa, orang Kenyah menganggap tanah asal mereka adalah dataran tinggi Apau Kayan Apo Kayan. Mereka kemudian bermigrasi dari dataran tinggi dekat perbatasan Indonesia dan Serawak Malaysia Anggini, 200643. Mitos yang dipercaya oleh masyarakat Dayak Kenyah ini menunjukkan orientasi berpikir mereka yang masih terpengaruh dengan alam pikiran mitis. Alam mitis sebagaimana yang telah dijelaskan Peursen adalah manusia-manusia yang langsung berhubungan dengan daya-daya alam yang serba rahasia Peursen, 198834. Ide kedatangan leluhur mereka dari langit dengan menyerupai burung enggang ini adalah cara mereka menjelaskan identitas kultural mereka, sebagaimana fungsi mitos menurut Peursen adalah sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang Peursen, 198837 Mitos ini semacam “cara mereka memperkenalkan diri,” bahwa leluhur mereka berasal dari langit. Langit adalah tempat yang suci, tempat tinggal para dewa penguasa kehidupan. Secara tersirat dikatakan bahwa leluhur mereka Dayak Kenyah sesungguhnya berasal dari dunia dewa-dewa. Mitos ini adalah modus mereka untuk menunjukkan jati diri bahwa mereka adalah manusia yang unggul, mereka adalah manusia dengan sebaik-baik manusia. Hal ini ditegaskan oleh Laing Along. Menurutnya, sejak dulu leluhur orang Dayak Kenyah sudah mulai berpikir tentang jati diri mereka, tentang kemanusiaan mereka. Along menjelaskan bahwa, kehidupan di hutan membuat mereka berpikir tentang perbedaan mereka dengan mahluk-mahluk lain sesama penghuni hutan, maka dengan kesadaran kemanusiaan yang ada di dalam diri mereka, leluhur Dayak Lihat hasil wawancara. Saat menjelaskan identitas kultural Dayak Kenyah di Pampang 5 Desember 2015. Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur 40 CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 Kenyah berpikir bagaimana agar mereka dapat dibedakan dengan mahluk-mahluk lain? Untuk menjawab pertanyaan ini mereka melakukan tradisi memanjangkan telinga. Telinga yang panjang menjuntai adalah tanda bahwa mereka adalah manusia. Hal menarik lain yang patut kita diketahui adalah transformasi simbolik yang terjadi di dalam masyarakat Kalimantan Timur. Sudah difahami bahwa simbol burung enggang ini adalah “milik” masyarakat Dayak Kenyah, tetapi karena penggunaannya yang massif, simbol ini tidak lagi hanya berada dalam konteks sempit komunitas Kenyah saja. Ia sudah menjadi milik bersama walau pun masih tetap dalam konteks geografis Kalimanta Timur. Maka, siapa pun yang telah menjadi warga Kalimantan Timur secara politis telah menjadi bagian penting dari tradisi penyimbolan burung enggang. orang-orang lain berdatangan ke Kalimantan Timur dan mereka mengambil bagian dalam kehidupan kultural dan simbol-simbol yang ada di Kalimantan Timur, termasuk bahasa dan lain sebagainya. 4. Tataran Ide Telah difahami bahwa cikal bakal dari pengistimewaan burung enggang ini adalah mitos, dan fungsi mitos sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya berfungsi memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang Peursen, 198837. Jika merujuk pendapat Peursen 1988 orang Dayak Kenyah yang memiliki ide tentang burung enggang ini adalah orang-orang yang masih berada dalam alam pikiran mitis, di mana semua kejadian alam masih serba rahasia, jadi apa pun yang terjadi yang menurut pandangan mereka tidak biasa, maka hal itu akan dikaitkan dengan dunia supranatural. Ini adalah cara orang-orang dengan pemikiran mitis untuk menjelaskan ralitas. Tetapi bagaimana dengan burung enggang? Burung enggang adalah mahluk yang biasa saja, tidak pernah dijelaskan bahwa burung enggang adalah mahluk gaib. Satu-satunya hal gaib tentang burung enggang adalah “sejarah” keberadaan leluhur Dayak Kenyah yang datang dari langit menyerupai sosok burung enggang. Hal ini berarti, jauh sebelum orang Dayak Kenyah ada di bumi, burung enggang sudah eksis. Hal yang harus kita lakukan untuk menemukan ide tentang burung enggang ini, sedikit lebih dalam dari tataran pemaknaan adalah membaliknya ke tataran empiris lalu mengaitkannya kembali dengan dunia ide. Pertama, masyarakat Dayak Kenyah dikesankan oleh karakter atau sifat burung enggang. Dalam wawancara dengan penulis O’on mengungkapkan bahwa, Bagi suku Dayak Kenyah burung enggang itu adalah salah satu jenis burung yang unik dan cantik. Selain itu, burung enggang memiliki sifat yang baik. Hal itulah yang menyebabkan sehingga enggang menjadi istimewa bagi orang Dayak Kenyah. Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 41 Di bawah sayap burung enggang kita bisa bernaung, dan burung enggang juga dapat mempersatukan karena ia memiliki kekuatan dan naluri yang baik sehingga dapat mengokohkan persatuan suku Dayak Kenyah. Pemaparan O’on tersebut menggambarkan kesan orang Dayak Kenyah terhadap burung enggan. Sepertinya tidak ada hewan lain yang bisa membuat mereka terkesan selain burung enggang. Bahkan menurut narasumber lain disebutkan bahwa, […] leluhur yang menjadikan burung enggang sebagai lambang, karena dia adalah sosok burung yang paling baik di antara burung, karena dia bisa mengayomi burung-burung yang lain. Burung enggang tidak serakah. Kalau burung yang lain tidak demikian. Itulah sifat baik dari burung enggang sehingga bisa dijadikan teladan pemimpin. Ide dari mitos kedatangan leluhur Dayak Kenyah ini adalah tentang makna yang dilekatkan pada burung enggang. segala macam kebaikan yang ada pada burung enggang adalah konsep yang ideal menurut pandangan hidup orang Dayak Kenyah. Mereka menarik kesimpulan bahwa “sifat yang baik itu,” yang melekat pada sosok burung enggang adalah sifat yang ideal, yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Ini adalah salah satu kearifan lokal yang bisa diambil dari makna teks burung enggang Dayak Kenyah. Mereka menempatkan pemimpin dengan sangat baik di dalam masyarakat. Mereka adalah masyarakat yang memahami betul arti kehadiran pemimpin. Hal ini cukup bisa diterima, di mana pun, kelompok masyarakat selalu membutuhkan dan mendambakan kehadiran sosok pemimpin yang ideal. Leluhur mereka hidup di hutan rimba Apo Kayan dan tentu saja kehidupan harus bisa dikendalikan, diatur, dan dilaksanakan dengan baik. Cukup banyak tantangan hidup di hutan, dan cukup banyak persoalan yang harus diselesaikan dengan kehadiran pemimpin. 5. World View Ada dua unsur yang tidak bisa dipisahkan dari mitos burung enggang yang dimiliki oleh suku Dayak Kenyah. Pertama, unsur alam yang konkret, yaitu burung enggang. Kedua, unsur alam mitis nonkonkret, yaitu leluhur yang datang dari dunia dewa-dewa di atas langit. Hal ini mengindikasikan bahwa bagaimana pun sucinya sosok leluhur mereka yang berasal dari lagit, ia tetap hadir dalam bentuk menyerupai burung enggang. Salah satu nilai atau pesan yang bisa diambil dari mitos tersebut iyalah perlindungan terhadap burung enggang. Kedatangan leluhur mereka yang dalam bentuk burung enggang adalah dasar untuk memunculkan pandangan yang berbeda Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur 42 CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 terhadap burung enggang. karena leluhur meminjam sosok burung enggang itu berarti burng engganga atau rangkong ini adalah mahluk yang harus dilindungi. Faktor lain adalah, burung enggang memang dianggap memiliki sifat-sifat yang baik yang cukup kompleks dan itu yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin di kalangan Dayak Kenyah. Narasumber lain menyebutkan bahwa burung enggang adalah burung yang cantik. Hal ini menyiratkan bahwa sosok manusia Dayak Kenya yang baik pada dasarnya adalah mahluk yang suci berasal dari langit, sosok yang penampilannya cantik seperti burung enggang, ini bisa berarti dalam tindakan, dan yang terakhir adalah bisa menjadi pemimpin, minimal untuk dirinya sendiri, dan harus memiliki sifat-sifat seperti burung enggang. Penafsiran penulis ini didasarkan pada hasil temuan bahwa orang Dayak Kenyah percaya bahwa manusia berasal dari langit, bentuknya seperti burung enggang, dan burung enggang adalah mahluk denga segala macam sifat baiknya. E. PENUTUP Kesimpulan dari penelitian ini adalah kearifan lokal Dayak Kenyah yang mengajarkan pada kita tentang pentingnya memilih seorang pemimpin berdasarkan kriteria-kriteria yang dilekatkan pada burung enggang yang baik, bijaksana, melindungi, mengayomi, serta menjaga masyarakat. Di sisi lain, cerita berupa mitos rakyat ini mengajarkan pada kita bahwa pada dasarnya manusia itu suci, ia berasal dari kesucian. Ini bisa dibandingkan dengan konsep tabula rasa dalam dunia filsafat, bahwa manusia hadir di dunia adalah manusia yang menyerupai kertas kosong yang putih. Sistem nilai yang relevan dengan karakter bangsa Indonesia dari hasil penelitian ini adalah nilai-nilai luhur yang dilekatkan oleh leluhur Dayak pada burung enggang hendaknya menjadi pedoman untuk menentukan pemimpin atau bahkan menanamkan nilai-nilai tersebut ke generasi muda Indonesia di mana saja berada. DAFTAR PUSTAKA Ana, Mary. 2008. “Burung Enggang Rindu Matahari” dalam Rampan, Korrie Layun ed.. Balikpapan dalam Sastra Indonesia. Yogyakarta Jaringan Seniman Independen Indonesia dan Araska. Anggini dkk. 2006. Descover Kalimantan Genuineness. Tenggarong Dinas Pariwisata dan Budaya Kutai Kartanegara. Anwar, Ahyar. 2008. Semiotika Semiotika Sastra. Makassar Universitas Negeri Makassar. Budiman, Kris. 2005. Ikonisitas Semiotika Sastra dan Seni Visual. Yogyakarta Buku Baik. Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 43 Dahlan, Dahri. 2009. “Sistem Produksi, Fungsi, dan Ide Penggunaan Mantra Nelayan Tradisional Perahu Sandeq di Sulawesi Barat.” Skripsi. Makassar UNM. Tidak Diterbitkan. _______. 2011. “Lima Lapis Makna Bukkaweng’ pada Tradisi Khatam di Mandar.” Makalah. Semarang Universitas Diponegoro. Tidak Diterbitkan. Mardiastuti, Ani, dkk. 2008. Arahan Strategis Konservasi Spesies 2008-2018. Jakarta Dirjen Perlindungan Hutan dan Konsevasi Alam, Kementerian Kehutanan RI. Peursen, CA van. 1988. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta Kanisius. Sedyawati, Edi. 1995. Konsep Tata Ruang Suku Bangsa Dayak Kenyah di Kalimantan Timur. Jakarta Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Pusat Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Thohir, Mudjahirin. 2011. Bahan Ajar Teori Kebudayaan. Semarang Universitas Diponegoro. Tidak Diterbitkan. Sumber internet 29 November 2015 Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur 44 CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 Lampiran 1. Biodata Narasumber Narasumber 1 Nama Esrom Palan pria / Kepala Suku Dayak Kenyah Umur 56 tahun Domisili Desa Budaya Pampang, Samarinda. Narasumber 2 Nama Syukur O’on pria / warga suku Dayak Kenyah Umur 49 tahun Domisili Apau Kayan, Malianu. Narasumber 3 Nama Jono pria / staf Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Umur 30 tahun Domisili Samarinda Narasumber 4 Nama Laing Along pria / Ketua Kelompok Kesenian Pampang Umur 43 tahun Domisili Desa Budaya Pampang, Samarinda Narasumber 5 Nama Syamsul Rijal, / peneliti etnolinguistik Dayak Kenyah Umur 31 tahun Domisili Samarinda. Catatan Usia beberapa narasumber tidak memenuhi kriteria untuk dijadikan narasumber, tetapi penulis tetap menganggap mereka penting karena bekerja di bidang yang sangat relevan dengan penelitian ini. Selain itu, mereka bukanlah narasumber utama yang memberikan data dalam penelitian ini. Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 45 Lampiran 2. Hasil Wawancara Wawancara 1 Narasumber Kepala Suku Dayak Kenyah pria Usia Domisili Desa Budaya Pampang Tanggal 27 November 2015 Translasi Pak, kenapa harus burung enggang, kenapa bukan burung rajawali atau yang lain? Ya itulah kita anu dengan nenek moyang.. karena burung enggang sebagai lambang, karena dia dapat menjadi, ya salah satu burung ini adalah burung yang dapat menjadi paling a.. baik di antara burung, karena dia bisa mengayomi burung-burung yang lain. Dia ndak serakah. Kalau yang lain-lain itu dia bisa anu mereka.. itu sifat-sifat burung, jadi sehingga mereka jadikan burung enggang ini sebagai lambang seorang pemimpin Dia bisa mengayomi ya pak, ya? Ya itu tadi, sifat-sifatnya itu tadi bisa mengayomi, mengajak bersama-sama. Kalau selain bulu enggang, pak, apa lagi bagian lain tubuh enggang yang dimanfaatkan sama kita? Itu ada lagi satu jenis burung, namanya burung tebun. Dia ganas, berani. Cuma ini enggang agak baik hati dibandingkan engan burung yang lain. Jadi, itu dianggap sama nenek moyang kita punya kepribadian yang baik ya? Ya, itulah lambang burung enggang, karena itulah sifat-sifat pemimpin yang bijaksana, yang baik, yang dapat melindungi warganya dari hal-hal yang membahayakan. Kalau mitos burung enggang ada ya pak? Burung itulah yang bisa mendamaikan bangsa kita engan bangsa Malaysia itu tadi. Memang pada zaman dulu kala, karena memang ada hubungannya dengan burung itu. Jadi pada saat mereka leluhur? melaksanakan acara itu memang juga dia datang, seperti mau membela begitu. Itu kejadian apa? Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur 46 CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 Itu kan kejadian dulu orang masih serba susah bertemu, suka berperang. Jadi ada suku di Malaysia sana, Iban namanya. Dayak Kenyah ini, kan, mau membuat perdamaian. Sehingga leluhur-leluhur mungkin yang dimaksud tetuah mereka datang. Jadi, datanglah burung enggang ini sebagai anu kita. Jadi pada saat mengangkat Mandau, datang dia. Mereka Dayak Iban punya ular-ular sawa piton itu. Itu dengar-dengar sejarahnya. Jadi burung enggang itu sebuah lambang perdamaian. Apabila ada cara ritual-ritual festival itu, selalu enggang itu diberikan sebagai lambang perdamaian. Arti bebas Pak, kenapa harus burung enggang, kenapa bukan burung rajawali atau yang lain? Ya, itu karena kita mengikuti tradisi leluhur yang menjadikan burung enggang sebagai lambang, karena dia adalah sosok burung yang paling baik di antara burung, karena dia bisa mengayomi burung-burung yang lain. Burung enggang tidak serakah. Kalau burung yang lain tidak demikian. Itulah sifat baik dari burung enggang sehingga bisa dijadikan teladan pemimpin. Dia bisa mengayomi ya pak, ya? Ya itu tadi, sifat-sifatnya itu bisa mengayomi, mengajak bersama-sama. Ada lagi satu jenis burung, namanya burung tebun. Dia ganas, berani. Hanya enggang saja yang baik hati jika dibandingkan dengan burung yang lain. Jadi, itu dianggap oleh nenek moyang kita punya kepribadian yang baik, ya? Ya, itulah makna simbol burung enggang, karena seperti itulah sifat-sifat pemimpin yang bijaksana, baik, dan dapat melindungi warganya dari hal-hal yang membahayakan. Kalau mitos burung enggang ada ya, pak? Burung itulah yang bisa mendamaikan bangsa kita dengan bangsa Malaysia maksudnya Dayak Iban yang ada di malaysia itu. Memang pada zaman dulu kala, leluhur kami sudah memiliki hubungan dengan burung enggang. Jadi pada saat mereka leluhur akan melaksanakan acara berperang, burung enggang berdatangan, seperti ingin membela. Itu kejadian acara apa? Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 47 Itu kejadian di masa lalu, waktu kehidupan masih dipenuhi ketegangan dan konflik, suka berperang. Jadi ada suku Dayak Iban di Malaysia. Di pihak Dayak Kenyah ingin menempuh perdamaian. Sehingga burung itu datang. Pada saat orang-orang kenyah mengangkat Mandau terhunus, burung-burung itu berdatangan. Mereka Dayak Iban juga memiliki ular-ular piton. Begitulah kisah yang pernah saya dengar. Jadi burung enggang itu sebuah lambang perdamaian. Apabila ada cara ritual-ritual festival, burung enggang selalu diberikan sebagai lambang perdamaian. Wawancara 2 Narasumber Syukur O’on pria Usia 49 tahun Domisili Apo Kayan, Malinau Tanggal 1 Desember 2015 Translasi Kenapa burung enggang diistimewakan? Burung enggang itu adalah salah satu jenis burung yang unik dan cantik dan memiliki sifat yang baik bagi suku Dayak Kenyah. Sehingga dia diistimewakan bagi orang Dayak Kenyah di bawah sayap burung enggang kita bisa bernaung, dan burung enggang juga dapat mempersatukan karena ia memiliki kekuatan dan pikiran yang baik sehingga dapat memperkuatkan persatuan antara suku Dayak Kenyah. Burung enggang disimbolkan sebagai apa? Burung enggang disimbolkan sebagai lambang adat Dayak Kenyah sampai saat ini. Dimana burung enggang juga disimbolkan sebagai kepahlawanan dan keagungan yang dapat memperkuat persatuan dan kesatuan suku Dayak kenyah. Apa hubungan leluhur Dayak Kenyah dengan burung enggang? Hubungannya dengan leluhur mungkin ada. Menurut kepercayaan beberapa orang Dayak Kenyah, nenek moyang mereka berasal dari langit dan turun ke bumi menyerupai burung enggang. Karena itu masyarakat Dayak Kenyah sangat menghormati dan memuliakan burung enggang. Arti bebas Kenapa burung enggang diistimewakan? Irma Surayya Hanum, Dahri Dahlan – Makna Mitos Cerita Burung Enggang di Kalimantan Timur 48 CaLLs, Volume 4 Nomor 1 Juni 2018 Bagi suku Dayak Kenyah burung enggang itu adalah salah satu jenis burung yang unik dan cantik. Selain itu, burung enggang memiliki sifat yang baik. Hal itulah yang menyebabkan sehingga enggang menjadi istimewa bagi orang Dayak Kenyah. Di bawah sayap burung enggang kita bisa bernaung, dan burung enggang juga dapat mempersatukan karena ia memiliki kekuatan dan naluri yang baik sehingga dapat mengokohkan persatuan suku Dayak Kenyah. Burung enggang disimbolkan sebagai apa? Dalam tradisi Dayak kenyah burung enggang adalah lambang. Burung enggang disimbolkan sebagai burung yang memiliki sifat kepahlawanan dan keagungan yang dapat memperkuat persatuan dan kesatuan suku Dayak kenyah. Apa hubungan leluhur Dayak Kenyah dengan burung enggang? Orang Dayak Kenyah mempercayai nenek moyang mereka berasal dari langit dan turun ke bumi menyerupai burung enggang. Karena itu masyarakat Dayak Kenyah sangat menghormati dan memuliakan burung enggang ... , 2017Iskandar 2017;Iskandar et al. 2017Iskandar et al. , 2019. In terms of cultural functions, birds in different ethnics in Indonesia have become inspiration sources of folk stories, myths, symbols, statues, temple architecture works, and temple wall reliefs which are widely scattered in Java island, including Prambanan temple in Jogyakarta Suripto and Pranowo 2001;Suliastiati 2008;Van der Mij 2009;Wardani et al. 2015;Anggraini 2017;Iskandar 2017;Sanjaya et al. 2017;Hanum and Dahlan 2018;Sodarwanto et al. 2018. According to ecological history, birds have played an important role in Javanese culture for a long time Jepson and Landle 2005, Jepson 2010. ...Mulyanto D, Iskandar J, Gunawan R, Partasasmita R. 2019. Ethnoornithology Identification of bird names mentioned in Kakawin Rāmāyana, a 9th-century Javanese poem Java, Indonesia. Biodiversitas 20 3213-3222. Birds have played an important role in Javanese culture for a long time. For example, birds have been culturally used as sources of folk stories, myths, illustrated old manuscripts, paintings on relief walls of temples, and inspiration of writers to make poems. This article presents the results of an ethnoornithology study that tried to identify all bird names mentioned in Kakawin Rāmāyana KR, an old Javanese poem, using a qualitative method, mainly interpreting KR text based on an ethnoornithological approach. The results showed that 84 bird names are mentioned in the Kakawin Rāmāyana, belonging to 26 families, and 17 orders. The birds mentioned in KR are predominantly residents, some are regular visitors or vagrant, and only a few are absent. The orders whose members appear most often are Passeriformes 18, Columbiformes 7, Pelecaniformes 6, Ciconiiformes 5, and Cuculiformes 5. There are only 13 names which are Sanskrit in origin. Based on this study, it can be inferred that birds have played an important role in Javanese Ingrid SahertianThis article aims to explore the culture of the Dayak Kanayatn people regarding the rituals and sacredness of hornbills. Retrieval of data using qualitative research with the ethnography method, through interview techniques, observation, documentary studies, and literature studies. The community makes hornbills a sacred symbol. This attitude can be seen when the community carries out Karana traditional rituals as an implementation of local theology and narrates them in dances, carvings, carvings, and traditional clothing attributes. Through rituals, the community believes that the hornbill is a link between heaven subayatn and the world that brings people to death pidara into eternity. Hornbills have a significant influence on the Kanayatn Dayak indigenous people because they contain noble values. Everything related to hornbills, including their lifestyle, natural seed dispersers, forest guards, physical beauty, has become sacred to the Kanayatn Dayak community. This study concludes that the hornbill is a sacred symbol in local theology and capital of social integration for the Kanayatn Dayak ini bertujuan untuk mengeksplorasi budaya masyarakat Dayak Kanayatn tentang ritual dan sakralitas burung Enggang. Pengambilan data menggunakan penelitian kualitatif dengan metode ethnografi dan nethnografi, melalui teknik wawancara, observasi, studi dokumenter dan studi pustaka. Masyarakat menjadikan burung Enggang sebagai simbol sakral. Sikap tersebut terlihat ketika masyarakat melaksanakan ritual adat Karana sebagai implementasi teologi lokal, serta menarasikannya dalam tarian, ukiran, pahatan dan atribut pakaian adat. Melalui ritual masyarakat meyakini bahwa burung Enggang sebagai penghubung surga subayatn dan dunia. Burung Enggang yang membawa orang meninggal pidara masuk kekekalan. Burung Enggang memberi pengaruh yang signifikan bagi masyarakat adat Dayak Kanayatn karena mengandung nilai-nilai yang luhur. Segala sesuatu yang berhubungan dengan burung Enggang baik pola hidup, pemencar biji alami, penjaga hutan, keindahan fisik, menjadi sakral bagi masyarkat Dayak Kanayatn. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Burung Enggang adalah simbol sakral dalam teologi lokal dan modal integrasi sosial bagi masyarakat Dayak dianggap oleh nenek moyang kita punya kepribadian yang baik, ya?JadiJadi, itu dianggap oleh nenek moyang kita punya kepribadian yang baik, ya?itulah makna simbol burung enggang, karena seperti itulah sifat-sifat pemimpin yang bijaksana, baik, dan dapat melindungi warganya dari halhal yang membahayakanYaYa, itulah makna simbol burung enggang, karena seperti itulah sifat-sifat pemimpin yang bijaksana, baik, dan dapat melindungi warganya dari halhal yang membahayakan.
KondisiBurung Langka Enggang Gading Di Kalimantan Makin. Panjangnya burung ini antara 28 hingga 32 centimeter 112 128 inci. Mandikan keduanya hingga basah. Gambar Logo Burung Elang Gambar Sketsa Burung Elang Terbang Elang Vektor Misc Vektor Gratis Download Gratis Gambar Kepala Elang Kartun Gambar Kartun Vektor Elang Gambar Png